MAJU TERUS PENYULUH PERTANIAN

Jumat, 20 Juli 2012

Sertifikasi dalam Harapan Penyuluh Pertanian


         .
Tahun 2012 Pelaksanaan sertifikasi penyuluh pertanian  baru memasuki tahun ke II, wajar jika kegamangan masih ditemukan di sana sini. Tentu saja  hal tersebut  tidak boleh  berlangsung terlalu lama agar output yang diinginkan benar benar dapat dicapai.
Dibanding tahun2011, tahun ini proses sertifikasi mengalami beberapa penyesuaian diantaranya:
  1. Pada tahun 2011 seorang asesi yang ingin mengikuti asesmen dipanggil untuk mengikuti konsultasi pra asesmen di TUK kemudian pulang kembali ke daerah asal  sambil menunggu panggilan berikutnya untuk  mengikuti diklat yang dilanjutkan dengan  uji kompetensi. Tahun 2012, asesi langsung berada di TUK untuk mengikuti konsultasi (pra asesmen),  diklat dan asasmen.
  2. Diklat sertifikasi tahun 2012 berlangsung lebih lama dari tahun 2011
  3. Tahun 2012 mulai diberdayakan  asesor dari kalangan penyuluh pertanian
Pada asesmen tahun 2012 seyogyanya asesi  lebih siap, karena sudah ada rekan penyuluh pertanian yang memiliki pengalaman dalam mengikuti asesmen, selain itu waktu yang tersedia untuk melakukan berbagai  persiapan lebih lama. Sayangnya dampak keberadaan penyuluh yang sudah lulus sertifikasi  di beberapa daerah belum optimal. Hal tersebut terjadi karena 2 hal yaitu tidak ada keinginan dari penyuluh yang belum mengikuti sertifikasi untuk memanfaatkan rekannya sebagai mitra dan atau kurangnya kepedulian penyuluh yang sudah lulus sertifikasi terhadap rekan yang belum mengikuti sertifikasi.  Permasalahan tersebut sebenarnya dapat dieliminasi apabila kedua belah pihak memiliki keinginan dan kepedulian terhadap sertifikasi profesi.
Selain SKKNI, Petunjuk Teknis merupakan rujukan utama  bagi  para pihak  dalam proses sertifikasi, karena itu petunjuk teknis diharapkan mampu memberikan kejelasan terutama dalam membantu penyuluh untuk menyiapkan barang bukti.  Petunjuk teknis yang sekarang ini dipedomani  sudah cukup lengkap, namun demikian belum mampu menuntaskan berbagai persoalan yang dihadapi penyuluh dalam menyiapkan barang bukti.  Kami berharap agar petunjuk teknis dilengkapi dengan standard berbagai barang bukti yang diperlukan. Selain bagi penyuluh, petunjuk teknis juga diharapkan mampu mengeliminasi berbagai perbedaan persepsi. Contoh kasus perbedaan persepsi yang pernah terjadi diantaranyaadalah : Pada pra asesesmen seorang asesi diminta untuk   memasukan PUAP sebagai barang bukti metode penyuluhan, sedangkan dalam pemahaman penyuluh, PUAP bukan merupakan metode tapi salah satu program yang dikembangkan Kementan.
Tidak terbantahkan bahwa diklat profesi merupakan aspek penting bagi seorang asesi, namun demikian kegiatan diklat nampaknya menjadi komponen penting yang perlu dibenahi.  Pengalaman menunjukan hasil diklat tidak berpengaruh signifikan terhadap performa barang bukti. Hal ini antara lain disebabkan singkatnya pelaksanaan diklat dan  berdekatannya penyelenggaraan  diklat dengan uji kompetensi. Andai saja kegiatan diklat dilaksanakan 1 tahun sebelum uji kompetensi, barangkali kegiatan diklat akan sangat menunjang terhadap kelengkapan dan kesesuaian barang bukti yang diperlukan. Alternatif lain yang mungkin bisa dilaksanakan adalah diperpanjangnya pelaksanaan diklat dengan rentang waktu 2-3 bulan. Apabila cara ini yang ditempuh maka kegiatan diklat dapat dilaksanakan dalam tiga  tahap:
  1. Tahap I   dengan alokasi waktu 25% digunakan untuk pembekalan keterampilan,
  2. Tahap II dengan alokasi waktu  60% digunakan untuk praktek di lokasi tugas masing-masing
  3. Tahap III dengan alokasi waktu 15% digunakan untuk evaluasi  dan dilanjutkan dengan uji kompetensi.
Selain waktu pelaksanaan, dinamika proses pembelajaran  juga perlu terus dikembangkan sehingga diklat sertifikasi benar benar mampu mendokrak profesionalisme penyuluh pertanian. Dalam sudut pandang kami,  diklat profesi merupakan proses pematangan keprofesionalan penyuluh pertanian, karena itu ada baiknya jika dinamika proses berlatih lebih diarahkan pada  aspek unjuk kerja/praktek. Dalam hal ini peserta diklat lebih banyak diberi penugasan tentang bagaimana mengoperasikan komputer, mengidenfifikasi potensi wilayah, menyusun programa (terutama dalam merumuskan masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan), membuat bahan paparan, membuat naskah siaran pedesaan, membuat LPM, memanfaatkan LCD  Proyektor, akses internet, membuat media  penyuluhan dan aspek lain sesuai dengan unit-unit kompetensi yang akan diujikan.
Perekrutan penyuluh sebagai asesor  merupakan angin segar bagi penyuluh pertanian, karena mereka merupakan praktisi penyuluhan yang memahami benar kondisi lapangan dan berbagai persoalan penyuluh di era otonomi daerah. Tanpa mengurangi rasa hormat dan penghargaan yang tinggi terhadap penyuluh yang telah berperan baik dalam proses asesmen, asesor dari kalangan penyuluh masih perlu belajar banyak dari asesor senior. Patut dijaga agar kehadiran penyuluh sebagai asesor tidak menimbulkan pesoalan baru. Perbuatan kurang terpuji seperti  mengupload berbagai kelemahan asesi di jejaring sosial sangat perlu dihindari.  Bagaimanapun perilaku yang kurang bijak dalam menjaga kerahasiaan proses asesmen selain dapat menimbulkan sandungan hukum juga langsung atau tidak langsung dapat melemahkan semangat penyuluh dalam mengikuti asesmen sekaligus menurunkan citra asesesor dari kalangan penyuluh pertanian. Nampaknya perekrutan  penyuluh sebagai asesor memerlukan kehati-hatian, sehingga tidak  menimbulkan gangguan terhadap proses asesmen di masa yang akan datang.  
Modul diklat sertifikasi merupakan referensi bagi penyuluh dalam mengikuti diklat profesi, selain itu modul juga digunakan sebagai referensi oleh penyuluh pasca diklat. Karena itu modul yang disusun seyogyanya tidak mengkaburkan pemahaman dasar yang telah dimiliki oleh penyuluh pertanian. Dari berbagai modul yang diberikan modul tentang penyusunan materi penyuluhan nampaknya perlu dikaji ulang. Modul ini cenderung memberi kesan bahwa penyampaian materi  penyuluhan hanya dilakukan melalui komunikasi verbal, sedangkan metode penyuluhan yang digunakan penyuluh sangat beragam.
Penggunaan metode penyuluhan oleh Penyuluh pertanian diatur melalui Peraturan  Menteri Pertanian No 52 /permentan/OT.140/12/2009 tentang Metode Penyuluhan Pertanian.  Dalam peraturan tersebut sekurang kurangnya ada 24 metode penyuluhan yang harus dikembangkan oleh penyuluh pertanian. Materi dan metode penyuluhan ibarat dua sisi mata uang, artinya keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (materi memerlukan metode dan sebaliknya).  
Pada modul diklat sertifikasi materi penyuluhan disusun dalam bentuk  LPM dan synopsis. Pada modul diklat sertifikasi materi penyuluhan disusun dalam bentuk  LPM dan synopsis.  Istilah LPM pada modul tersebut juga berbeda dengan istilah LPM yang selama ini di pahami  oleh penyuluh senior. Dalam pemahaman  penyuluh senior  LPM merupakan singkatan dari LEMBAR PERSIAPAN MENGAJAR bukan LEMBAR PERSIAPAN MENYULUH. Sekilas nampaknya perbedaan ini tidak begitu berarti  namun apabila dicermati perbedaan tersebut sangat mendasar.
Lembar persiapan mengajar merupakan instrument yang digunakan penyuluh dalam penyampaian materi secara verbal (ceramah), sedangkan metode penyuluhan bukan hanya komunikasi verbal.  Dalam istilah lain menyuluh berarti menerapkan metode penyuluhan dan tidak semua metode penyuluhan memerlukan LPM. Pameran, magang, karya wisata, penyebaran brosur, kaji terap, percontohan cyber extension, pemutaran film  adalah contoh metode/cara menyuluh yang tidak memerlukan LPM. Apabila ini yang diacu, maka barang bukti penyusunan materi penyuluhan yang dapat diajukan oleh penyuluh tidak terbatas pada LPM dan synopsis, namun memiliki rentang yang sangat luas.
Pembuktian linier,  menjadi topik hangat di kalangan asesi  tahun 2012, Persepsi asesesi terhadap pembuktian linier sangat bervariasi. Sebagian besar menginterpretasipretasikan bahwa barang bukti yang diajukan harus berada dalam satu rentang  waktu dan satu kesatuan materi. Artinya barang bukti yang diajukan seluruhnya harus dibuat pada tahun yang sama, sedangkan  materi satu sama lain harus saling berkaitan.  Menurut mereka  apabila seorang asesi memilih materi kompetensi  pilihan seleksi benih, maka bukti metode, media, materi, karya tulis, evaluasi dampak dll. haruslah berkaitan dengan materi seleksi benih. Apabila  hal tersebut merupakan suatu keharusan, maka diprediksikan proses asesmen ke depan akan makin sulit, karena kegiatan penyuluh di lapangan bersipat dinamis sesuai dengan kondisi lapangan. Sebagai ilustrasi penumbuhan kelompok tidak selalu dilakukan setiap tahun, materi evaluasi dampak bergantung pada program yang dikembangkan sehingga relatif sulit apabila harus disesuaikan dengan kompetensi pilihan, karya tulis juga memerlukan curahan waktu dan tenaga ekstra, bila harus dilaksanakan setiap tahun cenderung mengorbankan kegiatan penyuluhan lain yang mungkin saja lebih penting.
Mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian  Nomor : 72/Permentan/OT.140/10/2011. Tanggal : 31 Oktober 2011. Tentang Pedoman Formasi Jabatan Fungsional. Penyuluh Pertanian, Penyuluh Pertanian di tingkat desa binaan bersifat polivalen.  Ini berarti bahwa di tingkat desa seorang penyuluh pertanian dituntut  untuk memiliki keahlian  di bidang  tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Uji kompetensi berdasarkan sub sektor saja akan mempersempit ruang gerak penyuluh dalam pengajuan barang bukti, apalagi jika barang bukti yang diterima hanya yang bersifat linier dengan salah satu unit kompetensi pilihan. Ini berarti bahwa pembuktian linier perlu dipertimbangkan secara bijaksana.
Seperti halnya tahun 2011, tahun ini umur peserta uji kompetensi dibatasi yaitu 54 tahun untuk level fasilitator dan 58 tahun untuk level supervisor, selain itu juga golongan/ pangkat peserta asesmen juga dibatasi. Sebagaimana diketahui bersama bahwa peraturan yang mendasari pelaksaan uji kompetensi diantaranya:
  1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.29/MEN/II/2010 tentang Penetapan SKKNI Sektor Pertanian Bidang Penyuluhan Pertanian
  2. Peraturan Kepala Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Nomor : 71/Per/KP.460/J/6/10 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian
  3. Peraturan Kepala Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Nomor : 92/Per/KP.460/J/05/11 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian
Apabila peraturan di atas digunakan sebagai rujukan, tidak ada ketentuan umur dan golongan bagi penyuluh pertanian untuk mengikuti asasmen. Satu satunya ketentuan tentang golongan dan umur peserta adalah termaktub dalam surat  Kepala Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Nomor 2130/KP.460/J/5/2011, tanggal 19 Mei 2011, perihal pelaksanaan sertifikasi  penyuluh pertanian PNS tahun 2011. Pertanyaannya adalah apakah ketentuan yang ditetapkan dalam surat tersebut tetap berlaku pada tahun 2012 (bahkan selamanya?), kalaupun tetap berlaku nampaknya penyuluh pertanian terampil yang telah menduduki jabatan penyelia per tanggal 27 Agustus 2010 cenderung dirugikan, karena  berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2010  Tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor K. 26-30N. 316-1/99 tanggal 19 Oktober 2010 tentang Batas Usia Pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menduduki Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian, Penyuluh Perikanan, dan Penyuluh Kehutanan,  pertanian terampil yang telah menduduki jabatan penyelia per tanggal 27 Agustus 2010 dapat pensiun pada umur 60 tahun. 
Sangat disayangkan apabila persyaratan tersebut diberitahukan ketika seorang calon asesi sudah berada di TUK, bahkan telah selesai mengikuti Diklat profesi. Merupakan hal yang bijak apabila persyaratan tersebut dicantumkan pada saat daerah diminta untuk mengajukan calon asesi, sehingga kelembagaan penyuluhan di daerah dapat menyeleksi calon peserta sesuai dengan aturan yang ditetapkan.
Kami berharap agar kementan memberi kesempatan kepada penyuluh pertanian terampil yang telah menduduki jabatan penyuluh pertanian penyelia per tanggal 27 Agustus 2010 dan telah berumur lebih dari 54 tahun untuk mengikuti sertifikasi, karena mereka dapat pensiun pada umur 60 tahun seperti halnya penyuluh pertanian ahli yang telah menduduki jabatan penyuluh pertanian muda per tanggal 27 agustus 2010 dan penyuluh pertanian ahli yang dapat menduduki jabatan penyuluh pertanian madya.
Tunjangan profesi tentu saja menjadi harapan terbesar penyuluh dalam mengikuti sertifikasi, karena harapan yang begitu besar tidak sedikit penyuluh yang menjelang  pensiun mengikuti sertifikasi. Di sisi lain  peraturan yang dipersyaratkan  untuk  merealisasikan harapan tersebut belum terbit. Dalam kurun waktu yang singkat, hal tersebut mungkin tidak berpengaruh jelek terhadap minat penyuluh untuk mengikuti sertifikasi, namun apabila berlangsung berkepanjangan lambat laun penyuluh makin enggan untuk mengikuti sertifikasi. Bila ini terjadi,  besar atau kecil akan berdampak pada system penganggaran sertifikasi yang dikelola oleh  Kementan. Harapan kami kementan dapat segera memfasilitasi tunjangan profesi, kalaupun hal tersebut sulit direalisasikan perlu upayaa lain agar penyuluh yang sudah di sertifikasi merasa dihargai. Pemberian insentif terhadap penyuluh teladan yang pernah diberikan Kementan pada tahun 2009, barangkali bisa digunakan sebagai rujukan dalam pemberian insentif bagi penyuluh yang sudah lulus sertifikasi.
Proses sertifikasi profesi penyuluh pertanian tahun 2012 hampir berakhir, sehingga kalaupun harapan-harapan di atas kalaupun  dipenuhi baru akan dirasakan pada tahun 2013. Harapan-harapan di atas, bisa terpenuhi atau bisa juga tidak, faktanya proses asasmen tetap berjalan dan wajib diikuti oleh penyuluh pertanian sesuai amanat Undang-undang No 16 tahun 2006 tentang SP3K. Untuk itu Penyuluh tetap harus mempersiapkan diri secara maksimal karena keberhasilan proses asasmen  pada akhirnya bermuara pada kesiapan individu.